Beranda | Artikel
Cara Yang Baik Untuk Mengingkari Kemungkaran
Senin, 27 Desember 2004

CARA YANG BAIK UNTUK MENGINGKARI KEMUNGKARAN

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami perhatikan banyak sekali para pemuda yang antusias mengingkari kemungkaran, tapi mereka kurang baik dalam mengingkarinya. Apa saran dan petunjuk Syaikh untuk mereka, dan bagaimana cara terbaik untuk mengingkari kemungkaran?

Jawaban:
Saran saya untuk mereka agar mengkaji masalahnya dan pertama-tama mempelajarinya sampai yakin benar bahwa masalah tersebut baik atau mungkar berdasarkan dalil syar’i, sehingga dengan demikian pengingkaran mereka itu berdasarkan hujjah yang nyata, hal ini berdasarkan firman Allah.

“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” [Yusuf/12: 108].

Di samping itu, saya juga menyarankan kepada mereka, hendaknya pengingkaran itu dengan cara yang halus, tutur kata dan sikap yang baik agar mereka bisa menerima sehingga lebih banyak berbuat perbaikan daripada kerusakan, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” [An-Nahl/16: 125]

Dan firmanNya.

“Disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Ali Imran/3: 159]

Serta sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقُ يُحْرَمُ الْخَيْرُ

“Barangsiapa tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya.”[1]

Dan sabdanya.

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan memperindahnya, dan tidaklah (kelembutan) itu tercabut dari sesuatu kecuali akan memburukkannya.”[2]

Serta berdasarkan hadits-hadits shahih lainnya.

Di antara yang harus dilakukan oleh seorang da’i yang menyeru manusia ke jalan Allah serta menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, adalah menjadi orang yang lebih dahulu melakukan apa yang diserukannya dan menjadi orang yang paling dulu menjauhi apa yang dilarangnya, sehingga ia tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dicela Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya.

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir.” [Al-Baqarah/2: 44]

Dan firmanNya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٢﴾ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” [Ash-Shaf/: 2-3].

Di samping itu, agar ia tidak ragu dalam hal itu danagar manusia pun melaksanakan apa yang dikatakan dan dilakukannya.
Wallahu waliyut taufiq.

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 5 hal. 75-76, Syaikh Ibn Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote
[1]. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Birr wash Shilah (2592).
[2]. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Birr wash Shilah (2594).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1259-cara-yang-baik-untuk-mengingkari-kemungkaran.html